Alternatif Makanan Ringan Bergizi Tinggi dengan Bahan Baku Limbah Penggilingan Padi (Bekatul)
Oleh:
S. Nurul Adhimiyati (4250406010)’06
M. Akrom (4250405039)’05
Agus Purwanto (4250406012)’06
Awaliyah Setia N (4250406005)’06
Purna Setyadewi (4250406034)’06
Lolos dalam lomba Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Kewirausahaan (PKMK) tahun 2007
Pengetahuan pemanfaatan dari bekatul bagi masyarakat masih kurang, hanya sebatas dipepes atau dibuat bubur. Padahal, Bekatul yang bagi masyarakat kota tidak berguna, sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk membuat berbagai makanan ringan yang murah, sehat, bergizi dan tentunya mudah untuk dibuat sendiri.
Richard J. FitzGerald dari Universitas of Limerick, Limerick, Irlandia menyebutkan bahwa penurunan 5 mmHg tekanan darah sama artinya dengan menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler sebanyak 16 persen. Oleh karena itu usaha-usaha yang dilakukan oleh para peneliti pangan dan gizi adalah mendapatkan komponen bioaktif yang terdapat dalam bahan pangan, salah satunya adalah pemanfaatan bekatul sebagai bahan untuk mencegah hipertensi dan hiperlipidemia.
Berbagai manfaat bekatul seperti yang telah disebutkan, semakin memperkuat anggapan bahwa bekatul dapat diolah menjadi makanan bergizi dan berpeluang pasar.
Pada pelaksanaan pertama dilakukan pembuatan makanan tahap uji coba. Pembuatan pertama dilakukan di Laboratorium Tata Boga Universitas Negeri Semarang, hal ini dimaksudkan untuk memperhitungkan alat-alat yang akan dibutuhkan dan dipakai. Berdasarkan pada proses produksi tahap uji coba, dilakukan pembelanjaan alat-alat produksi yang dibutuhkan, untuk selanjutnya dipergunakan dalam proses produksi.
Setelah melewati proses produksi tahap uji coba, produksi dilakukan di tempat produksi yaitu Untitle Kost gang Marga Satwa Gunung Pati Semarang. Dari hasil produksi awal diberikan makanan hasil uji coba kepada beberapa koresponden. Diberikan pula angket yang harus di isi setelah mencoba makanan ringan berbahan bekatul.
Hasil dari survey yang telah dilakukan menunjukkan sebagian besar koresponden menyukai makanan yang telah diproduksi. Hanya saja menurut 80% koreponden tersebut tekstur makanan yang telah dibuat masih terasa kasar di tenggorokan. Rasa pahit bekatul juga terasa setelah makanan ditelan. Padahal untuk komposisi rasa dan tampilan yang dibuat hampir 100% koresponden menilai bagus dan layak untuk diperjual belikan.
Berbagai solusi penyelesaian masalah diatas telah dicoba, untuk memberikan alternatif makanan ringan murah dan terbaik dari bahan bekatul. Pertama, dilakukan penambahan porsi gula yang ada di resep masakan. Pada proses produksi dengan penambahan gula, hasil akhir yang didapat rasa pahit telah berkurang, walaupun belum 100%.
Solusi kedua, dalam proses pengolahan dicoba ditambahkan madu. Dan hasil penambahan madu serta gula ini memberikan hasil yang cukup signifikan, tetapi belum dapat menghilangkan rasa pahit 100%.
Mengatasi masalah tekstur yang kasar, sebelum bekatul dicampurkan ke adonan dilakukan penghalusan terlebih dahulu. Setelah bekatul dinilai cukup halus, dilakukan empat kali proses pengayaan, sehingga didapat tekstur sehalus tepung pada umunya.
Berbagai surat perijinan dari Dinas Kesehatan juga BPOM masih dalam proses pengerjaan, karena minimnya waktu yang dimiliki. Dan untuk proses pemasaran tahap awal, dicoba dilakukan pemasaran dikost disekitar kampus UNNES. Pemasaran tahap awal ini ditujukan untuk menguji kelayakan harga penjualan dihadapan konsumen.
Tidak hanya itu, kemasan dan logo juga telah dipesan, sehingga mulai dari proses pemasaran tahap awal, produk yang dipasarkan sudah terkemas rapi dan bersih, seperti layaknya berbagai makanan ringan yang banyak beredar dipasaran